BAB II
PEMBAHASAN
Fisher test
merupakan uji eksak yang diturunkan oleh seorang bernama Fisher (1941),
karenanya disebut uji eksak Fisher. Uji ini dilakukan untuk menguji
signifikansi hipotesis komparatif dua sampel independen. Perbedaan uji fisher
dengan uji chi square adalah pada sifat kedua uji tersebut dan ukuran sampel
yang diperlakukan. Uji fisher bersifat eksak sedangkan uji chi square bersifat
pendekatan. Uji chi square dilakukan pada data dengan sampel besar, sedangkan
uji Fisher dilakukan pada data dengan sampel kecil. Data yang dapat diuji
dengan fisher test ini berbentuk nominal dengan ukuran sampel n sekitar 40 atau
kurang, dan ada sel-sel berisikan frekuensi diharapkan kurang dari lima.
Perhitungan Fisher Test sama sekali tidak melibatkan chi-square, akan tetapi
langsung menggunakan peluang.
A. Peubah Dikatomi dan Tabel 2x2
Banyaknya baris dan kolom
pada tabel silang 2×2 masing-masing dua, berarti tabel silang dalam tabel
seperti ini merupakan interaksi dua faktor (peubah) dikotomi. Peubah dikotomi
dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pengelompokkan penduduk
dalam kategori perokok dan bukan perokok. Hasil produksi dapat dikelompokkan
menjadi baik dan cacat. Jalanan dapat dibedakan menjadi mulus dan rusak, dan
sebagainya.
Rangkuman data dari dua
peubah dikotomi dapat pula dibuat dalam bentuk tabel 2×2 seperti pada tabel
2.1. Untuk keperluan teknis. Data tersebut harus disusun sedemikian rupa
sehingga A≥B dan ciri yang menjadi perhatian memenuhi hubungan a/A≥b/B.
Tabel 2.1 Bentuk umum tabel 2×2
|
Kategori I
|
Kategori II
|
Jumlah
|
Sampel 1
|
a
|
A-a
|
A
|
Sampel 2
|
b
|
B-b
|
B
|
Jumlah
|
a+b
|
A+B-a-b
|
A+B
|
Analisis data dalam hal
ini untuk menentukan apakah dua kelompok sampel berbeda dalam hal proporsi
subjek sesuai pengelompokkan ciri yang diperhatikan. Uji ini paling berdaya
guna jika ukuran sampel kecil yang dikenal dengan nama uji eksak fisher. Uji
ini memungkinkan seseorang menghitung peluang eksak untuk mendapatkan
hasil-hasil pengamatan yang diharapkan, atau hasil-hasil yang lebih ekstrim.
Fisher (1941) mengemukakan bahwa uji eksak dilakukan apabila (1) ukuran sampel
n kurang dari 20, atau (2) n antara 20 dan 40, dan frekuansi harapan terkecil
kurang dari lima.
Kalau persyaratan jumlah
tepi terpenuhi, peluang untuk susunan frekuansi sel yang manapun dapat
diketahui besarnya dengan menggunakan rumus hipergeometris.
Jika kedua populasi sumber kedua sampel itu identik, fungsi massa peluang
hipergeometrisnya adalah:
,
di mana p(a,b) menyatakan peluang untuk
mendapatkan a pengamatan kategori I di antara A anggota sampel 1, dan b
pengamatan kategori I di antara B anggota sampel 2. Simbol menyatakan banyaknya kombinasi a objek yang
dapat terjadi dari A objek yang tersedia (A≥a). Untuk sampel yang sangat kecil,
dapat dihitung rumus hipergeometris yang
sesuai dalam menentukan peluang teramatinya hasil-hasil yang eksterem atau
lebih eksterem daripada hasil-hasil yang sungguh teramati. Untuk maksud
pengujian, H0 dan H1 dirumuskan sebagai berikut.
H0: Proporsi
subjek dengan ciri yang diperhatikan dalam kedua populasi sama.
H1: Ingkaran
dari H0 (satu pihak atau dua pihak).
Untuk menguji pasangan hipotesis ini
dengan uji eksak Fisher, kita perlu mengetahui beberpa asumsi dan statistik uji
yang sesuai.
B.
Asumsi dan
Statistik Uji
Sumber asumsi yang
diperlukan untuk menguji pasangan hipotesis tersebut diatas adalah:
1. Data terdiri dari A buah hasi pengamatan dari populasi
pertama, dan B buah hasil pengamatan dari populasi kedua.
2. Kedua sampel bebas dan diambil secara acak.
3. Masing-masing hasil pengamatan dapat digolongkan kedalam
salah satu dari dua jenis atau ciri pengamatan yang saling terpisah (exclusive).
Jika
asumsi ini dipenuhi, dan tabel yang dibuat memenuhi syarat seperti Tabel 2.1,
statistik uji b yang digunakan.
Definisi statistik b sesuai tabel 2.1 adalah sebagai berikut.
b= banyaknya subjek
dengan ciri yang diperhatikan (kategori I) dalam sampel 2.
C.
Prosedur
Pengambilan Keputusan
Finney
(1948, 1963) telah menyiapkan tabel yang memuat nilai-nilai kritis b untuk
A≤15. Latscha (1955) memperluas cakupan tabel buatan Finney sehingga memuat
nilai-nilai kritis b untuk A≤20. Jika kita menetapkan α sebagai taraf signifikan yang digunakan dalam pengujian,
kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai
berikut.
1.
Uji dua pihak
Almy (1973) menyelidiki hubungan antara
daerah tempat tinggal sejumlah kelompok dangan kelas sosial tertentu di
kota-kota besar Amerika dan kesatupaduan pendapat dalam pemilighan umum yang
diikuti oleh penduduk tersebut. Ia juga mempelajari peran kesatuan pendapat
diantara anggota kelompok pada konflik antarkelompok seperti yang sering
terjadi menjelang pemilihan umum. Tabel 2.2 memperlihatkan kota besar yang
dikelompokkan menurut daerah tempat tinggal kelompok dengan kelas sosial
tertentu dan kesatuan pendapat diantara anggota kelompok yang sama pada suatu
jejak pendat tentang pendidikan.
Tabel 2.2 Pola hunian kelompok sosial
dan kesatuan pendapat
Pola hunian
|
Kesatuan pendapat
|
Jumlah
|
|
Rendah
|
Tinggi
|
||
Tersebar
|
1
|
9
|
10
|
Berkumpul
|
3
|
1
|
4
|
Jumlah
|
4
|
10
|
14
|
Disesuaikan
data dala Tabel 2.2 dengan simbol yang digunakan pada Tabel 2.1. Dengan
demikian A=10, B=4, a=1, b=3. Syarat pertama A≥B terpenuhi, tetapi syarat kedua
a/A≥b/B tidak terpenuhi karena a/A=1/10 dan b/B=3/4. Untuk memenuhi syarat
kedua ini, kolom dala Tabel 2.2 harus dipertukarkan dan diperoleh Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Pola hunian kelompok sosial
dan kesatuan pendapat
Pola hunian
|
Kesatuan pendapat
|
Jumlah
|
|
Rendah
|
Tinggi
|
||
Tersebar
|
9
|
1
|
10
|
Berkumpul
|
1
|
3
|
4
|
Jumlah
|
10
|
4
|
14
|
Interpretasi
masalah sesuia Tabel 2.3 apabila kita menganggap kelompk yang anggotanya
tersebar sebagai sampel 1, dan tingginya kesatuan pendapat diantara anggota
kelompom yang sama sebagai ciri yang diamati. Tabel 2.3 juga menunjukkan bahwa
sample yang diambil dari pola hunian tersebar berukuran 10 dan sampel yang
diambil dari pola hunian berkumpul berukuran 4. Kita ingin mengetahuinjawaban
dari pertanyaan: apakah kita dapat
menyimpulkan bahwa proporsi kota-kota dengan kesatuan pendapat yang tinggi di
antara anggota kelompok kelas sosial yang saling berjauhan (tersebar) sama
dengan populasi kota-kota dengan kelompok kelas sosial yang berdekatan
(berkumpul)? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, pasangan hipotesis berikut
dirumuskan :
H0:
proporsi kota-kota dengan kesatuan pendapat tinggi sebagai ciri yang
diperhatikan dalam kedua populasi sama.
H1:
proporsi kota-kota dengan kesatuan pendapat tinggi dalam populasi pertama tidak
sama dengan proporsi serupa dalam populasi kedua.
Misalnya,
kita menetapkan taraf kesignifikanan α=10%.
Nilai kritis dilihat dalam Lampiran B dengan A=10, B=4, dan a=9. Cuplikan tabel
ini dapat dilihat pada Tabel 2.4. pada kolom peluang 0,05 (α/2), kita memperoleh bilangan bulat sebagai nilai kritis Bk=1.
Karena b=1=Bk berarti H0ditolak pada taraf kesignifikanan
α=10%. Berdasarkan angka-angka dalam tabel tersebut, H0
dapat ditolak dalam taraf kesignifikanan kurang dari 5%.
Tabel
2.4 Cuplikan nilai kritis uji tabel 2×2
|
|
Peluang
|
|||
|
a
|
0,05
|
0,025
|
0,01
|
0,005
|
A=10
B=4
|
10
9
8
|
1
|
0
|
0
|
0
|
Dapat
dihitung nilai peluang eksak dengan menggunakan fungsi massa peluang
hipergeometris sebagai berikut:
Kesimpulan
menolak H0 yang diambil pada taraf kesignifikanan 10% menunjukkan
bahwa ada hubungan antara pola hunian dan kesatuan pendapat penduduk. Bagaimana
bentuk hubungan itu? Untuk menjawabnya dapat dilihat pada Tabel 2.3. data
menunjukkan bahwa kesatuan pendapat yang tinggi dimiliki oleh penduduk
kota-kota yang pola huniannya terbesar (9 dari 10 kota). Dengan kata lain,
kota-kota dengan pola hunian berkumpul memiliki kesatuan pendapat yang rendah
(3 dari 4 kota).
2.
Uji satu pihak
Uji satu pihak merujuk nilai kritis Bk
pada kolom peluang α (bukan α/2).
Kesimpulan menolak Ho juga diambil apabila statistik b kurang atau
sama dengan Bk.
Dalam senuah studi mengenai pengaruh
teknik wawancara yang berbeda terhadap tekanan darah diastolik orang yang
diwawancarai, Williams et al (1972) memperoleh hasil pengamatan yang diberikan
dalam Tabel 2.5.
Dalam salah satu teknik wawancara,
orang yang diwawancarai diberikan kaeru berukuran 3×5 inci persegi, dan
pewawancara berperan pasif. Wawancara berlangsung dengan kartu yang diisi dan
dijawab oleh orang yang diwawancarai. Tehnik wawancara yang kedua, pewawancara
berinteraksi secara hangat dan bertatap mukan dengan orang yang diwawancarai.
Pewawancara mengajukan pertnyaan dan memberikan komentar pada saat yang
diwawancarai memberikan jawaban. Tekanan darah distolik diukur pada setiap
selang waktu satu menit selama wawancara berlangsung.
Tabel 2.5 perubahan tekanan darah
diastolik
Wawancara
|
Perubahan tekanan darah
|
Jumlah
|
|
Cukup besar
|
Sangat kecil
|
||
Tatap muka
|
6
|
0
|
6
|
Kartu
|
1
|
5
|
6
|
Jumlah
|
7
|
5
|
12
|
Berdasarkan data tersebut. Apakah
wawancara dengan tatap muka memberikan perubahan yang lebih besar terhadap
tekanan darah diatoilik? Untuk menjawabnya, perhatikan Tabel 2.5, dan
didapatkan A=6, B=6, a=6, b=1. Kedua persyaratan A≥B dan a/A≥b/B terpenuhi, karena
a/A=1 dan b/B=1/6. Dapatv disimpulkan dengan tingkat keyakinan 99% yang berarti
taraf kesignifikanan α=1% yang digunakan. Cuplikan tabel
Lampiran B pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Cuplikan nilai kritis uji
tabel 2×2
|
|
Peluang
|
|||
|
a
|
0,05
|
0,025
|
0,01
|
0,005
|
A=6
B=6
|
6
5
4
|
2
|
1
|
1
|
0
|
Diperoleh nilai kritis Bk=1
pada kolom peluang 0,01. Karena statistik b=1 yang sama dengan nilai kritis,
hipotesis yang menyatakan bahwa perubahan tekanan darah diastolik sama saja
bagi orang yang diwawancarai melalui cara kartu dengan cara tatap muka ditolak.
Ini berarti tekanan darah diastolik mengalami perubahan yang cukup besar pada
wawancara tatap muka (keseluruhan 6 dari 6 mengalami perubahan tekanan darah
yang cukup besar), sedangkan wawancara melalui kartu tidak memberikan perubahan
yang besar (hanya 1 dari 6 yang mengalami perubahan tekanan darah yang cukup
besar).
D.
Pendekatan untuk Sampel
Besar
Untuk sampel yang
berukuran besar, dapat diuji hipotesis nol tentang kesamaan dua proporsi dengan
pendekatan normal. Statistik uji dihitung dengan rumus
di mana p=(a+b)/(A+B). Penggunaan
pendekatan normal pada umumnya dipandang memadai apabila nilai masing-masing a,
b, A-a, dan B-b paling sedikit lima.
Misalnya pengujian
psikologis terhadap calon penernbang. Masing-masing yang melamar dikelompokkan
sebagai orang yang mudah bergaul (extrovert)
dan yang pendiam (introvert), dan
juga dikelompokkan setelah ujian dengan kategori lulus dan gagal. Data 120
pelamar yang diperoleh diberikan dalam Tabel 2.7 berikut.
Tabel 2.7 Data
kepribadian dan kemampuan penerbang
Kepribadian
|
Kemampuan penerbang
|
Jumlah
|
|
Lulus
|
Gagal
|
||
extrovert
|
34
|
41
|
75
|
introvert
|
14
|
31
|
45
|
Jumlah
|
48
|
72
|
120
|
Dari tabel 2.7 tersebut
di atas, diperoleh a=34, A=75, b=14, dan B=45. Dengan demikian, data ini
memenuhi persyaratan untuk dianalisis dengan pendekatan normal. Untuk menghitung
statistik z, diperlukan nilai p=(34+14)/(75+45)=48/120=0,4. Dengan demikian
nilai z dapat dihitung dan hasilnya
Jika diuji hipotesis nol
yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kepribadian dan kemampuan
penerbang pada taraf kesignifikanan α=5%,
memerlukan nilai kritis z0,475=1,96. Karena nilai z memenuhi
-1,96<z=1,54<1,96, hipotesis nol tersebut dapat diterima. Berarti
orang-orang tipe introvert tidak
berbeda dengan orang-orang extrovert
dalam kemampuan menerbangkan pesawat.
E.
Bidang Penerapan
Beberapa
situasi atau bidang penerapan yang relevan dengan analisis tabel silang 2×2 dikemukakan
sebagai berikut.
1.
Transportasi kereta api
Seorang manajer perjalanan kereta api
mungkin ragu apakah ada pandangan yang berbeda terhadap pelayanan kelas biasa
dan kelas utama penumpang. Ia dapat mengambil sampel dari masing-masing kelas
dan menanyakan pandangan penumpang terhadap pelayanan yang diterima. Ia
mengelompokkan pelayanan dengan kategori baik, atau buruk, dan membuat tabel
2×2 dari jawaban yang diperoleh.
2.
Pemirsa televisi
Jasa televisi yang disponsori oleh
pemerintah bersaing dengan jasa swasta. Sampel yang terdiri dari lelaki dan
perempuan ditanya mana yang lebih disukai. Hasilnya dapat dinyatakan dalam
tabel 2×2, untuk menganalisis perbedaan atau kesamaan pendapat antara jenis
kelamin dalam pilihannya menonton televisi.
3.
Kedokteran dan kesehatan masyarakat
Seorang dokter akan mempelajari dua
jenis perlakuan untuk kecanduan obat. Dengan masing-masing perlakuan, gejala
kecanduan dikelompokkan sebagai berat, atau ringan. Hasil tabel 2×2 dari jumlah
masing-masing kategoro diuji untuk melihat apakah terbukti ada hubungan antara
perlakuan denga tingkat kekerasan dari gejala kecanduan.
Untuk membandingkan dua obat, salah
satu diantaranya adalah placebo.
Sejumlah pasien dipilih secara acak untuk ditetapkan mendapat obat atau placebo. Para pasien tersebut diminta
mencatat apakah obat yang diberikan efektif atau tidak. Beberapa penderita akan
menjawab efektif dan sebahagian menjawab tidak efektif untuk masing-masing
obat. Hasil pengumpulan data seperti ini akan memberikan tabel 2×2.
Setelah makanan yang tercemar dibagikan
dalam sebuah pesawat jamaah calon haji, dan beberapa penumpang kemudian
menunjukkan gejala kolera, para petugas penerbangan ingin mengetahui apakah
orang-orang yang telah divaksinasi sebelumnya itu menunjukkan tingkat kekebalan
yang lebih tinggi. Mereka meminta keterangan apakah para penumpang pernah atau
belum pernah divaksin. Mereka juga mencatat berapa banyak orang dalam
masing-masing kategori menunjukkan gejala kolero, sehingga mereka dapat
melakukan pengujian dengan bantuan tabel 2×2.
4.
Sosiologi
Seorang pekerja sosial mungkin tertarik
untuk menyelidiki apakah gadis remaja berambut keriting atau berambut lurus
yang sering tinggal dipenginapan lebih berani minum minuman beralkohol. Sebuah
tabel 2×2 dengan kategori berani dan tidak berani serta berambut keriting dan
berambut lurus dapat digunakan untuk menguji ketidak cocokan hubungan antara
bentuk rambut dan kesenangan untuk minum.
5.
Pendidikan
Anak-anak dapat dianalisis untuk sebuah
ujian berat di mana beberapa diantaranya mungkin ketakutan, tetapi yang lain
tidak merasa ketakutan. Kadang-kadang sebelum ujian dilakukan, petugas terlebih
dahulu memberikan penjelasan. Hal ini mungkin dapat mengurangi rasa takut
meskipun pada mulanya takut, namun ada pula merasa takut meskipun pada mulanya
tidak. Jika dapat diperoleh banyaknya yang dipengaruhi oleh penjelasan sebelum
menempuh ujian tersebut, tabel 2×2 dapat menunjukkan apakah penjelasan lebih
merugikan atau menguntungkan ditinjau dari banyaknya anak yang merasa takut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar