BAB II
PEMBAHASAN
A. Peubah Dikotomi dan Tabel 2 X 2
Data frekuensi yang dibuat dalam
tabel silang 2 X 2 memiliki berbagai kekhususan. Selain banyaknya baris dan
banyaknya kolom masing-masing dua, analisis dapat dilakukan untuk membandingkan
dua proporsi dari dua populasi yang bebas,
maupun
yang terkait.
Banyaknya baris dan kolom pada tabel
silang 2 X 2 masing-masing dua, berarti data dalam tabel seperti ini merupakan interaksi dua faktor(atau peubah)
dikotomi. Peubah dikotomi dalam kenyataanya selalu kita jumpa dalam kehidupan
sehari-hari. Kita bisa mengelompokkan penduduk dalam kategori perokok dan bukan
perokok.hasil produksi dapat dikelompokkan menjadi baik dan cacat. Jalanan
dapat dibedakan mulus dan rusak, dan sebagainya.
Rangkuman data dari dua peubah
dikotomi dapat di ubah dalam bentuk tabel 2 X 2 seperti pada tabel 5.1. untuk
keperluan teknis, data tersebut harus kita susun sedemikian rupa sehingga A≥B
dan karakteristik yang menjadinperhatian memenuhi hubungan a/A≥b/B.
Tabel 1.1
|
Kategori I
|
Kategori II
|
jumlah
|
Sampel 1
Sampel 2
|
A
B
|
A-b
B-b
|
A
B
|
jumlah
|
a+b
|
A+B-a-b
|
A+B
|
Analisis data dalam hal ini untuk
menentukan apakah dua kelompok sampel berbeda dalam hal proporsi sesuai dengan
pengelompokan karakteristik yang diperhatikan. Sebuah uji yang cocok digunakan
pada eksperimen dan studi yang menghasilkan data dengan karakteristik demikian,
dikemukakan hampir secara bersamaan oleh fisher, yates, dan irwan pada
pertengahan tahun 1930-an. Uji ini paling berdaya guna jika ukuran sampel
kecil. Selanjutnya, uji ini dikenal dengan nama uji eksak fisher. Uji ini
memungkinkan seseorang menghitung peluang eksak fisher. Uji ini memungkinkan
seseorang menghitung peluang eksak untuk mendapatkan hasil-hasil pengamatan
yang diharapkan, atau hasil-hasil yang lebih ekstrem.
Beberapa ahli mengatakan bahwa uji
eksak fisher hanya cocok bila jumlah tepi (marginal total) sama pada tabel di
atas. Dalam kenyataannya, jumlah tepi seperti ini tidak begitu sering terjadi
walaupun demikian, para peneliti tetap melakuka uji ini, kendati kedua jumlah
tepi tidak persis mereka biasanya terpaksa uji ini, bila sampel yang diperoleh
begitu kecil, sehingga tidak memenuhi syarat untuk uji chi-kuadrat. Fisher
(1941) mengemukakan bahwa uji eksak harus dilakukan apabila
1. ukuran sampel
n kurang dari 20
2. n antara 20
dan 40 dan frekuensi harapan lebih dari 5 dan frekuensi terkecil harapa lebih dari 5
Kalau persyaratan jumlah tepi
terpenuhi, peluang untuk susunan frekuensi sel yang manapun dapat kita ketahui
besarnya dengan menggunakan rumus hipergeometris. Jika kedua populasi sumber
kedua sampel itu identik, maka fungsi massa peluang hipergeometrisnya adalah
Di mana p (a, b)
menyatakan peluang untuk mendapatkan a pengamatan kategori I di antara A
anggota sampel 1, dan b pengamatan kategori 1 diantara B anggota sampel 2. Simbol
=
menyatakan banyaknya kombinasi a objek yang
dapat terjadi objek yang tersedia (A≥a). Untuk sampel-sampel yang sangat kecil,
kita boleh menghitung rumus hipergeometris yang sesui dalam menentukan peluang
teramatinya hasil-hasil yang ekstrim atau yang lebih ekstrem daripada
hasil-hasil yang benar-benar teramati. Dengan demikian, kita tidak
memperlihatkan cara perhitungan eksaknya , dan kita merujuk tabel khusus yang
diberikan pada lampiran B. yang untuk maksud pengujian, H0 danH1
dirumuskan sebagai berikut. H0 ; proporsi subjek dengan
karakteristik yang diperhatikan dalam kedua populasi sama H1 ;
ingkaran dari H0 (1 pihak atau 2 pihak) untuk menguji pasangan
hipotesis ini dengan uji eksak fisher,
kita perlu mengetahui beberapa asumsi Dan statistik uji yang sesuai.
B. Asumsi dan statistik uji
Beberapa
asumsi yang diperlukan untuk menguji pasangan hipotesis tersebut di atas.
Asumsi ini adalah
1.
Data terdiri dari A
buah hasil pengamatan dari populasi pertama, dan B buah hasil pengamatan dari
populasi kedua.
2.
Kedua sampel bebas dan
di ambil secara acak
3.
Masing-masing hasil
pengamatan dapat digolongkan ke dalam salah satu dari dua jenis atau
karakteristik pengamatan yang saling terpisah.
Jika asumsi ini
dipenuhi, dan tabel yang dibuat memenuhi syarat seperti pada tabel yang
sebelumnya, statistik uji b yang digunakan. Defenisi statistik b sesuai tabel
sebelumnya adalah sebagai berikut,
b
= banyaknya subjek dengan karakteristik yang di perhatikan (kategori 1) dalam
sampel 2.
C. Prosedur Pengambilan Keputusan
Finney
(1948, 1963) telah menyiapkan tabel yang memuat nilai-nilai kritis b untuk
A≤15. Latscha(1955) memperluas cakupan tabel buatan finney sehingga memuat
niali-nilai kritis b untuk A≤20 tabel lampiran B menyediakan nilai-nilai kritis
b untuk A dari 3 hingga 20 pada taraf signifikasi 0.05, 0.025, 0.01, dan 0.005.
jika kita tetapkan α sebagai taraf signifikasi yang digunakan dalam pengujian,
kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut.
1.
Uji
dua pihak
Konsekkuensi uji dua
pihak, kita merujuk tabel lampiran B pada kolom peluang α/2 dan baris A,B serta
a yang sesuai tabel data yang dimiliki. Bilangan bulat pada lapiran B( misalnya
diberi simbol Bk) tersebut adalah nilai kritis pengujian. Kesimpulan
menolak H0 di ambil apa bila b≤Bk, karena keterbatasan
tabel yang tersedia, nilai α yang dapat digunakan untuk uji dua pihak, hanyalah
0.10, 0.05, 0.02, dan 0,01, karena nilai peluang yang tercantum pada lampiran
adalah 0.05, 0.025, 0.01 dan 0.005.
Almy (1973) menyelidiki
hubungan antara daerah tempat tinggal sejumlah kelompok dengan kelas sosial
tertentu di kota-kota besar amerika dan kesatupaduan pendapat dalam pemilihan
umum yang diikuti oleh penduduk tersebut. Ia juga mempelajari peran kesatuan
pendapat diantara anggota kelompok pada konflik antarkelompok seperti yang
sering terjadi menjelang pemilihan umu. Tabel 1.2 memperlihatkan 14 kota besar
yang dikelompokkan menurut daerah tempat tinggal kelompok dengan kelas sosial
tertentu dan kesatuan pendapat di antara anggota kelompok yang sama pda suatu
jejak pendapat tentang pendidikan.
Tabel 1.2
Pola hunian
|
Kesatuan pendapat
|
Jumlah
|
|
Rendah
|
tinggi
|
||
Tersebar
Berkumpul
|
1
3
|
9
1
|
10
4
|
Jumlah
|
4
|
10
|
14
|
Kita sesuaikan data dalam tabel 1.2 dengan simbol yang
digunakan pada tabel 1.1 dengan demikian, A=10, B=4, a=1 dan b= 3. Sysrat
pertama A≥B terpenuhi, akan tetapi syarat kedua a/A≥b/B tidak terpenuhi, karena
a/A=1/10 dan b/B=3/4. Untuk memenuhi syarat kedua ini, kolom dalam tabel 1.2
harus dipertukarkan dan diperoleh tabel 1.3
Tabel 1.3
Pola hunian
|
Kesatuan pendapat
|
Jumlah
|
|
Rendah
|
tinggi
|
||
Tersebar
Berkumpul
|
9
1
|
1
3
|
10
4
|
Jumlah
|
10
|
4
|
14
|
Interpretasi masalah sesuai tabel 1.3 apabila kita
menganggap kelompok yang anggotanya tersebar sebagai sampel 1, dan tingginya
kesatuan pendapat di antara anggota kelompok yang sama sebagai karakteristik
yang diamati. Tabel 1.3 jugamenunjukkan bahwa sampel yang diambil dari pola
hunian tersebar berukuran 10 dan sampel yang diambl dari pola hunian berkumpul
berukuran 4. Kita ingin tahu apakah kita dapat menyimpulkann bahwa proporsi
kota-kota dengan kesatuan pendapat yang tinggi di antara anggota kelompo kelas
sosial yang saling berjauhan (tersebar) sama dengan populasi kota-kota dengan
kelompo sosial yang berdekatan(berkumpul)?
Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, pasangan hipotesis berikut dirumuskan.
H0
; proporsi kota-kota dengan kesatuan pendapat tinggi sebagai
karakteristik yang diperhatikan dalam kedua populasi sama.
H1
; proporsi kota-kota dengan kesatuan pendapat tinggi dalam populasi pertama
tidak sama dengan proporsi serupa dalam populasi kedua.
Misalnya kita tetapkan
taraf signifikasi α=0.10. nilai kritis dilihat dalam lampiran B dengan A = 10,
B=4 dan a=9. Cuplikan tabel ini dapat dilihat pada tabel 1.4. pada kolom
peluang 0.05 (α/2), kita peroleh bilangan bulat sebagai nilai kritis Bk
= 1. Karena b=1= Bk berarti kita menolak H0 pada taraf
signifikan 10%. Berdasarkan angka-angka
dalam tabel tersebut, kita tidak dapat menolak H0 dalam signifikasi
kurang dari 5%.
Tabel 1.4
|
|
Peluang
|
|||
|
A
|
0.05
|
0.025
|
0.01
|
0.005
|
A=10 B=4
|
19
9
8
|
1
|
0
|
0
|
0
|
Sebenarnya, kita dapat menghitung nilai peluang eksak
dengan menggunakan fungsi maswsa peluang hipergeometris sebagai berikut.
P=p(9,0)+p(9,1)=
Nilai
peluang kumulatif untuk nilai Bk tidak akan lebih besar dari nilai
peluang terdapat padaa baris atas tabel lampiran B. untuk kepentingan praktis,
kita tidak perlu menghitung nilai p tersebut, sepanjang kesimpulan dapat
diambil. Namun demikian, jika perhitungan dilakukan dengan bantuan komputer,
nilai p ini dapat diperoleh secara langsung. Kesimpuln menolak H0 yang
diambil pada taraf signifikasi 10% menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola
hunian dan kesatuan pendapat penduduk.
2.
Uji
satu pihak
Berbeda dengan uji dua
pihak, uji satu puhak merujuk nilai kritis Bk pada kolom peluang
α(bukan α/2). Kesimpulan menolak H0 juga diambil apabila statistik b
kurang atau sama dengan Bk. Dalam sebuah studi mengenai pengaruh
teknik wawancara yang berbeda terhadap tekanan darah diastolik orang yang diwawancarai,
williams dkk. (1975)memperoleh hasil pengamatan yang diberikan dalam tabel 1.5
Dalam salah satu teknik
wawancara, orang yang diwawancarai berperan passif. Wawancara berlangsung
dengan kartu yang diisi dan dijawab oleh orang yang diwawancarai. Teknik
wawancara kedua, pewawancara berinteraksi secara hangat dan bertatap muka
dengan orang yang diwawancarai. Pewawancara mengajukan pertanyaan dan
memberikan komentar pada saat yang diwawancarai memberikan jawaban. Tekanan
darah diastolik diukur pada saat selang waktu satu menit selama wawancara
berlangsaung.
Tabel 1.5
Wawancara
|
Perubahan tekanan darah
|
jumlah
|
|
Cukup besar
|
Sangat kecil
|
||
Tatap muka kartu
|
6
1
|
0
5
|
6
6
|
Jumlah
|
7
|
5
|
12
|
Berdasarkan data tesebut, kita akan mengetahui apakah
wawancara dengan tatap muka memberikan perubahan yang lebih besar terhadap
tekanan darah diastolik? Utyuk menjawab pertanyaan ini. Kita perhatikan tabel
1.5 dan kita dapatkan A=6, B=6, a=6] dan b=1. Kedua persyaratan A≥B dan a/A≥b/B
terpenuhi, karena a/A=1 dan b/B= 1/6. Kita akan mengambil kesimpulan dengan
tingkat keyakinan 99%, yang berarti taraf signifikasi α=0.001 yang digunakan.
Cuplikan tabel lampiran B diberikan pada tabel 1.6
Tabel 1.6
|
|
Peluang
|
|||
|
A
|
0,05
|
0,025
|
0,01
|
0,005
|
A=6 B=6
|
6
5
4
|
2
|
1
|
1
|
0
|
Kita mendapatkan nilai kritis Bk = 1 pada
kolom peluang 0,01. Karena statistik b=1 yang sama dengan nilai kritis, kita
menolak hipotesis yang menyatakan bahwa perubahan tekanan darah diastolik sama
saja bagi orang yang diwawancarai melalui cara kartu dengan cara tatap muka.
Ini berarti tekanan darah diastolik mengalami perubahan yang cukup besar pada
wawancara tatap muka(keseluruhan 6 dari 6 mengalami perubahan tekanan darah
yang cukup besar), sedangkan wawancara melalui kartu tidak memberoikan
perubahan yang besar (hanya 1 dari 6 yang mengalami perubahan tekanan darah
yang cukup besar).
D. Pendekatan untuk sampel besar
Untuk
sampel yang cukup besar, kita dapat6 menguji hipotesis nol tentang kesamaan dua
proporsi dengan pendekatan normal. Statistik uji dihitung dengan rumus
Z=
Dimana p(a+b)/(A+B).
penggunaan pendelkatan normal pada umumnya dipandang memadai apabila nilai
masing-masing a, b, A-a, dan B-b paling sedikit lima. Sebagai alternatif, kita
juga bisa menggunakan uji chi-squere.
Misalnya, sebuah pebgujian psikologis terhadap
calon-calon penerbang. Masing-masing yang melamar dikelompokkan sebagai orang
yang mudah bergaul dan yang pendiam, dan dikategorikan lulus dan gagal. Data
120 pelamar diberikan dalam tabel 1`.7
Kepribadian
|
Kemampuan penerbangan
|
jumlah
|
|
Lulus
|
gagal
|
||
Mudah bergaul
Pendiam
|
34
14
|
41
31
|
75
45
|
Jumlah
|
48
|
72
|
120
|
Dari tabel 1.7 kita peroleh a=34, A=75, b=14, dan B=45.
Tentukan, tabel lampiran B tidak dapat digunakan karena hanya memiliki nilai A
dari 3 hingga 20. Dengan demikian, data ini memenuhi peresyaratan untuk
dianalisis dengan pendekatan normal. Untuk menghitung statistik z, kita perlu
nilai p=(34+14)/(75+45)=48/120=0,4. Dengan demikian nilai z dapat dihitung dan
hasilnya
Z=
=1.54
Kalau kita menguji hipotesis nol yang menyatakan baahwa
tidak ada hubungan antara kepribadiabn dan kemampuan penerbangan pada taraf
signifikasi α=0.05, kita perlukan nilai kritis z0.475 =
1,96(diperoleh dari tabel distribusi normal baku yang ada pada lampiran C).
Karena -1,96<1,54<1,96. Kita menerima hipotesis tersebut ini berarti
orang-orang tipe pendiam tidak berbeda dengan oran g-orang bertipe mudah
bergaul dalam kemampuan penerbangan pesawat.
E. Bidang penerapan
Pengujian kebebasan tentang data kategori telah dilakukan
secara luas. Beberapa situasi atau bidang penerapan yang relevan dengan
analisis tabel silang 2 X 2 akan dikemukakan sebagai berikut.
a.
Transportasi kereta api
Seorang
meneger perjalanan kereta api mungkin ragu apakah ada pandangan yang berbeda
terhadap pelayanan kelas biasa dan kelas utama penumpang. Ia dapat mengambil
sampel dari masing-masing kelas dan menanyakan pandangan penumpang terhadap
pelayanan yang diterima. Ia mengelompokkan pelayanan dengan kategori baik, atau
buruk, dan membuat tabel 2 x 2 dari jawaban yang diperoleh. Tentu hal serupa
dapat juga dilakukan seperti dalam pelayanan penumpang pesawat terbang kelas
ekonomi dan kelas eksekutif.
b.
Pemirsa televisi
Jasa televisi yang
disponsori oleh pemerintah bersaing dengan jasa swasta. Sampel yang terdiri
dari laki-laki dan perempuan dintanya mana yang lebih disukai. Hasilnya dapat
dinyatakan dalam tabel 2 x 2, untuk menganalisis perbedaan atau kesamaan
pendapat antara jenis kelamin dalam pilihannya menonton televisi.
c.
Sosiologi
Seorang pekerja sosial
mungkin tertarik untuk menyelidiki apakah gadis remaja berambut keriting atau berambut lurus yang sering tinggal di
penginapan mungkin lebih berani meminum minuman beralkohol. Sebuah tabel 2 x 2
dengan kategori berani dan tidak berani sera berambut keriting atau berambut
lurus dapat di uji ketidak cocokan hubungan antara bentuk rambut dan kesengan
untuk minum.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1)
Fisher test merupakan uji eksak yang diturunkan oleh
seorang bernama Fisher, karenanya disebut uji eksak Fisher. Uji ini
dilakukan untuk menguji signifikansi hipotesis komparatif dua sampel
independen. Perbedaan uji fisher dengan uji chi square adalah pada sifat kedua
uji tersebut dan ukuran sampel yang diperlakukan. Uji fisher bersifat eksak sedangkan
uji chi square bersifat pendekatan. Uji chi square dilakukan pada data dengan
sampel besar, sedangkan uji Fisher dilakukan pada data dengan sampel kecil.
Data yang dapat diuji dengan fisher test ini berbentuk nominal dengan ukuran
sampel n sekitar 40 atau kurang, dan ada sel-sel berisikan frekuensi diharapkan
kurang dari lima. Perhitungan Fisher Test sama sekali tidak melibatkan
chi-square, akan tetapi langsung menggunakan peluang.
2)
Adapun fungsi dari uji eksak fisher ini
adalah untuk
menguji apakah ada perbedaan dua perlakuan yang mungkin dari dua populasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar