Jumat, 15 Maret 2013

BAB II PEMBAHASAN

BAB II
PEMBAHASAN
Fisher test merupakan uji eksak yang diturunkan oleh seorang bernama Fisher (1941), karenanya disebut uji eksak Fisher. Uji ini dilakukan untuk menguji signifikansi hipotesis komparatif dua sampel independen. Perbedaan uji fisher dengan uji chi square adalah pada sifat kedua uji tersebut dan ukuran sampel yang diperlakukan. Uji fisher bersifat eksak sedangkan uji chi square bersifat pendekatan. Uji chi square dilakukan pada data dengan sampel besar, sedangkan uji Fisher dilakukan pada data dengan sampel kecil. Data yang dapat diuji dengan fisher test ini berbentuk nominal dengan ukuran sampel n sekitar 40 atau kurang, dan ada sel-sel berisikan frekuensi diharapkan kurang dari lima. Perhitungan Fisher Test sama sekali tidak melibatkan chi-square, akan tetapi langsung menggunakan peluang.
A.      Peubah Dikatomi dan Tabel 2x2
Banyaknya baris dan kolom pada tabel silang 2×2 masing-masing dua, berarti tabel silang dalam tabel seperti ini merupakan interaksi dua faktor (peubah) dikotomi. Peubah dikotomi dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pengelompokkan penduduk dalam kategori perokok dan bukan perokok. Hasil produksi dapat dikelompokkan menjadi baik dan cacat. Jalanan dapat dibedakan menjadi mulus dan rusak, dan sebagainya.
Rangkuman data dari dua peubah dikotomi dapat pula dibuat dalam bentuk tabel 2×2 seperti pada tabel 2.1. Untuk keperluan teknis. Data tersebut harus disusun sedemikian rupa sehingga A≥B dan ciri yang menjadi perhatian memenuhi hubungan a/A≥b/B.
Tabel 2.1 Bentuk umum tabel 2×2
Kategori I
Kategori II
Jumlah
Sampel 1
a
A-a
A
Sampel 2
b
B-b
B
Jumlah
a+b
A+B-a-b
A+B
Analisis data dalam hal ini untuk menentukan apakah dua kelompok sampel berbeda dalam hal proporsi subjek sesuai pengelompokkan ciri yang diperhatikan. Uji ini paling berdaya guna jika ukuran sampel kecil yang dikenal dengan nama uji eksak fisher. Uji ini memungkinkan seseorang menghitung peluang eksak untuk mendapatkan hasil-hasil pengamatan yang diharapkan, atau hasil-hasil yang lebih ekstrim. Fisher (1941) mengemukakan bahwa uji eksak dilakukan apabila (1) ukuran sampel n kurang dari 20, atau (2) n antara 20 dan 40, dan frekuansi harapan terkecil kurang dari lima.
Kalau persyaratan jumlah tepi terpenuhi, peluang untuk susunan frekuansi sel yang manapun dapat diketahui besarnya dengan menggunakan rumus hipergeometris. Jika kedua populasi sumber kedua sampel itu identik, fungsi massa peluang hipergeometrisnya adalah:
,
di mana p(a,b) menyatakan peluang untuk mendapatkan a pengamatan kategori I di antara A anggota sampel 1, dan b pengamatan kategori I di antara B anggota sampel 2. Simbol  menyatakan banyaknya kombinasi a objek yang dapat terjadi dari A objek yang tersedia (A≥a). Untuk sampel yang sangat kecil, dapat dihitung rumus hipergeometris yang sesuai dalam menentukan peluang teramatinya hasil-hasil yang eksterem atau lebih eksterem daripada hasil-hasil yang sungguh teramati. Untuk maksud pengujian, H0 dan H1 dirumuskan sebagai berikut.
H0: Proporsi subjek dengan ciri yang diperhatikan dalam kedua populasi sama.
H1: Ingkaran dari H0 (satu pihak atau dua pihak).
Untuk menguji pasangan hipotesis ini dengan uji eksak Fisher, kita perlu mengetahui beberpa asumsi dan statistik uji yang sesuai.
B. Asumsi dan Statistik Uji
Sumber asumsi yang diperlukan untuk menguji pasangan hipotesis tersebut diatas adalah:
1.    Data terdiri dari A buah hasi pengamatan dari populasi pertama, dan B buah hasil pengamatan dari populasi kedua.
2.    Kedua sampel bebas dan diambil secara acak.
3.    Masing-masing hasil pengamatan dapat digolongkan kedalam salah satu dari dua jenis atau ciri pengamatan yang saling terpisah (exclusive).
Jika asumsi ini dipenuhi, dan tabel yang dibuat memenuhi syarat seperti Tabel 2.1, statistik uji b yang digunakan. Definisi statistik b sesuai tabel 2.1 adalah sebagai berikut.
b= banyaknya subjek dengan ciri yang diperhatikan (kategori I) dalam sampel 2.
C.      Prosedur Pengambilan Keputusan
Finney (1948, 1963) telah menyiapkan tabel yang memuat nilai-nilai kritis b untuk A≤15. Latscha (1955) memperluas cakupan tabel buatan Finney sehingga memuat nilai-nilai kritis b untuk A≤20. Jika kita menetapkan α sebagai taraf signifikan yang digunakan dalam pengujian, kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai  berikut.
1.   Uji dua pihak
Almy (1973) menyelidiki hubungan antara daerah tempat tinggal sejumlah kelompok dangan kelas sosial tertentu di kota-kota besar Amerika dan kesatupaduan pendapat dalam pemilighan umum yang diikuti oleh penduduk tersebut. Ia juga mempelajari peran kesatuan pendapat diantara anggota kelompok pada konflik antarkelompok seperti yang sering terjadi menjelang pemilihan umum. Tabel 2.2 memperlihatkan kota besar yang dikelompokkan menurut daerah tempat tinggal kelompok dengan kelas sosial tertentu dan kesatuan pendapat diantara anggota kelompok yang sama pada suatu jejak pendat tentang pendidikan.
Tabel 2.2 Pola hunian kelompok sosial dan kesatuan pendapat
Pola hunian
Kesatuan pendapat
Jumlah
Rendah
Tinggi
Tersebar
1
9
10
Berkumpul
3
1
4
Jumlah
4
10
14
Disesuaikan data dala Tabel 2.2 dengan simbol yang digunakan pada Tabel 2.1. Dengan demikian A=10, B=4, a=1, b=3. Syarat pertama A≥B terpenuhi, tetapi syarat kedua a/A≥b/B tidak terpenuhi karena a/A=1/10 dan b/B=3/4. Untuk memenuhi syarat kedua ini, kolom dala Tabel 2.2 harus dipertukarkan dan diperoleh Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Pola hunian kelompok sosial dan kesatuan pendapat
Pola hunian
Kesatuan pendapat
Jumlah
Rendah
Tinggi
Tersebar
9
1
10
Berkumpul
1
3
4
Jumlah
10
4
14
Interpretasi masalah sesuia Tabel 2.3 apabila kita menganggap kelompk yang anggotanya tersebar sebagai sampel 1, dan tingginya kesatuan pendapat diantara anggota kelompom yang sama sebagai ciri yang diamati. Tabel 2.3 juga menunjukkan bahwa sample yang diambil dari pola hunian tersebar berukuran 10 dan sampel yang diambil dari pola hunian berkumpul berukuran 4. Kita ingin mengetahuinjawaban dari pertanyaan: apakah kita dapat menyimpulkan bahwa proporsi kota-kota dengan kesatuan pendapat yang tinggi di antara anggota kelompok kelas sosial yang saling berjauhan (tersebar) sama dengan populasi kota-kota dengan kelompok kelas sosial yang berdekatan (berkumpul)? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, pasangan hipotesis berikut dirumuskan :
H0: proporsi kota-kota dengan kesatuan pendapat tinggi sebagai ciri yang diperhatikan dalam kedua populasi sama.
H1: proporsi kota-kota dengan kesatuan pendapat tinggi dalam populasi pertama tidak sama dengan proporsi serupa dalam populasi kedua.
Misalnya, kita menetapkan taraf kesignifikanan α=10%. Nilai kritis dilihat dalam Lampiran B dengan A=10, B=4, dan a=9. Cuplikan tabel ini dapat dilihat pada Tabel 2.4. pada kolom peluang 0,05 (α/2), kita memperoleh bilangan bulat sebagai nilai kritis Bk=1. Karena b=1=Bk berarti H0ditolak pada taraf kesignifikanan α=10%. Berdasarkan angka-angka dalam tabel tersebut, H0 dapat ditolak dalam taraf kesignifikanan kurang dari 5%.
Tabel 2.4 Cuplikan nilai kritis uji tabel 2×2
Peluang
a
0,05
0,025
0,01
0,005
A=10
B=4
10
9
8
1
0
0
0
Dapat dihitung nilai peluang eksak dengan menggunakan fungsi massa peluang hipergeometris sebagai berikut:
Kesimpulan menolak H0 yang diambil pada taraf kesignifikanan 10% menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola hunian dan kesatuan pendapat penduduk. Bagaimana bentuk hubungan itu? Untuk menjawabnya dapat dilihat pada Tabel 2.3. data menunjukkan bahwa kesatuan pendapat yang tinggi dimiliki oleh penduduk kota-kota yang pola huniannya terbesar (9 dari 10 kota). Dengan kata lain, kota-kota dengan pola hunian berkumpul memiliki kesatuan pendapat yang rendah (3 dari 4 kota).
2.   Uji satu pihak
Uji satu pihak merujuk nilai kritis Bk pada kolom peluang α (bukan α/2). Kesimpulan menolak Ho juga diambil apabila statistik b kurang atau sama dengan Bk.
Dalam senuah studi mengenai pengaruh teknik wawancara yang berbeda terhadap tekanan darah diastolik orang yang diwawancarai, Williams et al (1972) memperoleh hasil pengamatan yang diberikan dalam Tabel 2.5.
Dalam salah satu teknik wawancara, orang yang diwawancarai diberikan kaeru berukuran 3×5 inci persegi, dan pewawancara berperan pasif. Wawancara berlangsung dengan kartu yang diisi dan dijawab oleh orang yang diwawancarai. Tehnik wawancara yang kedua, pewawancara berinteraksi secara hangat dan bertatap mukan dengan orang yang diwawancarai. Pewawancara mengajukan pertnyaan dan memberikan komentar pada saat yang diwawancarai memberikan jawaban. Tekanan darah distolik diukur pada setiap selang waktu satu menit selama wawancara berlangsung.
Tabel 2.5 perubahan tekanan darah diastolik
Wawancara
Perubahan tekanan darah
Jumlah
Cukup besar
Sangat kecil
Tatap muka
6
0
6
Kartu
1
5
6
Jumlah
7
5
12
Berdasarkan data tersebut. Apakah wawancara dengan tatap muka memberikan perubahan yang lebih besar terhadap tekanan darah diatoilik? Untuk menjawabnya, perhatikan Tabel 2.5, dan didapatkan A=6, B=6, a=6, b=1. Kedua persyaratan A≥B dan a/A≥b/B terpenuhi, karena a/A=1 dan b/B=1/6. Dapatv disimpulkan dengan tingkat keyakinan 99% yang berarti taraf kesignifikanan α=1% yang digunakan. Cuplikan tabel Lampiran B pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Cuplikan nilai kritis uji tabel 2×2
Peluang
a
0,05
0,025
0,01
0,005
A=6
B=6
6
5
4
2
1
1
0
Diperoleh nilai kritis Bk=1 pada kolom peluang 0,01. Karena statistik b=1 yang sama dengan nilai kritis, hipotesis yang menyatakan bahwa perubahan tekanan darah diastolik sama saja bagi orang yang diwawancarai melalui cara kartu dengan cara tatap muka ditolak. Ini berarti tekanan darah diastolik mengalami perubahan yang cukup besar pada wawancara tatap muka (keseluruhan 6 dari 6 mengalami perubahan tekanan darah yang cukup besar), sedangkan wawancara melalui kartu tidak memberikan perubahan yang besar (hanya 1 dari 6 yang mengalami perubahan tekanan darah yang cukup besar).
D.      Pendekatan untuk Sampel Besar
Untuk sampel yang berukuran besar, dapat diuji hipotesis nol tentang kesamaan dua proporsi dengan pendekatan normal. Statistik uji dihitung dengan rumus
di mana p=(a+b)/(A+B). Penggunaan pendekatan normal pada umumnya dipandang memadai apabila nilai masing-masing a, b, A-a, dan B-b paling sedikit lima.
Misalnya pengujian psikologis terhadap calon penernbang. Masing-masing yang melamar dikelompokkan sebagai orang yang mudah bergaul (extrovert) dan yang pendiam (introvert), dan juga dikelompokkan setelah ujian dengan kategori lulus dan gagal. Data 120 pelamar yang diperoleh diberikan dalam Tabel 2.7 berikut.
Tabel 2.7 Data kepribadian dan kemampuan penerbang
Kepribadian
Kemampuan penerbang
Jumlah
Lulus
Gagal
extrovert
34
41
75
introvert
14
31
45
Jumlah
48
72
120
Dari tabel 2.7 tersebut di atas, diperoleh a=34, A=75, b=14, dan B=45. Dengan demikian, data ini memenuhi persyaratan untuk dianalisis dengan pendekatan normal. Untuk menghitung statistik z, diperlukan nilai p=(34+14)/(75+45)=48/120=0,4. Dengan demikian nilai z dapat dihitung dan hasilnya
Jika diuji hipotesis nol yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara kepribadian dan kemampuan penerbang pada taraf kesignifikanan α=5%, memerlukan nilai kritis z0,475=1,96. Karena nilai z memenuhi -1,96<z=1,54<1,96, hipotesis nol tersebut dapat diterima. Berarti orang-orang tipe introvert tidak berbeda dengan orang-orang extrovert dalam kemampuan menerbangkan pesawat.
E.      Bidang Penerapan
Beberapa situasi atau bidang penerapan yang relevan dengan analisis tabel silang 2×2 dikemukakan sebagai berikut.
1.   Transportasi kereta api
Seorang manajer perjalanan kereta api mungkin ragu apakah ada pandangan yang berbeda terhadap pelayanan kelas biasa dan kelas utama penumpang. Ia dapat mengambil sampel dari masing-masing kelas dan menanyakan pandangan penumpang terhadap pelayanan yang diterima. Ia mengelompokkan pelayanan dengan kategori baik, atau buruk, dan membuat tabel 2×2 dari jawaban yang diperoleh.
2.   Pemirsa televisi
Jasa televisi yang disponsori oleh pemerintah bersaing dengan jasa swasta. Sampel yang terdiri dari lelaki dan perempuan ditanya mana yang lebih disukai. Hasilnya dapat dinyatakan dalam tabel 2×2, untuk menganalisis perbedaan atau kesamaan pendapat antara jenis kelamin dalam pilihannya menonton televisi.
3.   Kedokteran dan kesehatan masyarakat
Seorang dokter akan mempelajari dua jenis perlakuan untuk kecanduan obat. Dengan masing-masing perlakuan, gejala kecanduan dikelompokkan sebagai berat, atau ringan. Hasil tabel 2×2 dari jumlah masing-masing kategoro diuji untuk melihat apakah terbukti ada hubungan antara perlakuan denga tingkat kekerasan dari gejala kecanduan.
Untuk membandingkan dua obat, salah satu diantaranya adalah placebo. Sejumlah pasien dipilih secara acak untuk ditetapkan mendapat obat atau placebo. Para pasien tersebut diminta mencatat apakah obat yang diberikan efektif atau tidak. Beberapa penderita akan menjawab efektif dan sebahagian menjawab tidak efektif untuk masing-masing obat. Hasil pengumpulan data seperti ini akan memberikan tabel 2×2.
Setelah makanan yang tercemar dibagikan dalam sebuah pesawat jamaah calon haji, dan beberapa penumpang kemudian menunjukkan gejala kolera, para petugas penerbangan ingin mengetahui apakah orang-orang yang telah divaksinasi sebelumnya itu menunjukkan tingkat kekebalan yang lebih tinggi. Mereka meminta keterangan apakah para penumpang pernah atau belum pernah divaksin. Mereka juga mencatat berapa banyak orang dalam masing-masing kategori menunjukkan gejala kolero, sehingga mereka dapat melakukan pengujian dengan bantuan tabel 2×2.
4.   Sosiologi
Seorang pekerja sosial mungkin tertarik untuk menyelidiki apakah gadis remaja berambut keriting atau berambut lurus yang sering tinggal dipenginapan lebih berani minum minuman beralkohol. Sebuah tabel 2×2 dengan kategori berani dan tidak berani serta berambut keriting dan berambut lurus dapat digunakan untuk menguji ketidak cocokan hubungan antara bentuk rambut dan kesenangan untuk minum.
5.   Pendidikan
Anak-anak dapat dianalisis untuk sebuah ujian berat di mana beberapa diantaranya mungkin ketakutan, tetapi yang lain tidak merasa ketakutan. Kadang-kadang sebelum ujian dilakukan, petugas terlebih dahulu memberikan penjelasan. Hal ini mungkin dapat mengurangi rasa takut meskipun pada mulanya takut, namun ada pula merasa takut meskipun pada mulanya tidak. Jika dapat diperoleh banyaknya yang dipengaruhi oleh penjelasan sebelum menempuh ujian tersebut, tabel 2×2 dapat menunjukkan apakah penjelasan lebih merugikan atau menguntungkan ditinjau dari banyaknya anak yang merasa takut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar