Jumat, 15 Maret 2013

BAB II PEMBAHASAN

BAB II
PEMBAHASAN
A. Peubah Dikotomi dan Tabel 2 X 2
            Data frekuensi yang dibuat dalam tabel silang 2 X 2 memiliki berbagai kekhususan. Selain banyaknya baris dan banyaknya kolom masing-masing dua, analisis dapat dilakukan untuk membandingkan dua proporsi dari dua populasi yang bebas, maupun yang terkait.
            Banyaknya baris dan kolom pada tabel silang 2 X 2 masing-masing dua, berarti data dalam tabel seperti ini  merupakan interaksi dua faktor(atau peubah) dikotomi. Peubah dikotomi dalam kenyataanya selalu kita jumpa dalam kehidupan sehari-hari. Kita bisa mengelompokkan penduduk dalam kategori perokok dan bukan perokok.hasil produksi dapat dikelompokkan menjadi baik dan cacat. Jalanan dapat dibedakan mulus dan rusak, dan sebagainya.
            Rangkuman data dari dua peubah dikotomi dapat di ubah dalam bentuk tabel 2 X 2 seperti pada tabel 5.1. untuk keperluan teknis, data tersebut harus kita susun sedemikian rupa sehingga A≥B dan karakteristik yang menjadinperhatian memenuhi hubungan a/A≥b/B.
Tabel 1.1
Kategori I
Kategori II
jumlah
Sampel 1
Sampel 2
A
B
A-b
B-b
A
B
jumlah
a+b
A+B-a-b
A+B
            Analisis data dalam hal ini untuk menentukan apakah dua kelompok sampel berbeda dalam hal proporsi sesuai dengan pengelompokan karakteristik yang diperhatikan. Sebuah uji yang cocok digunakan pada eksperimen dan studi yang menghasilkan data dengan karakteristik demikian, dikemukakan hampir secara bersamaan oleh fisher, yates, dan irwan pada pertengahan tahun 1930-an. Uji ini paling berdaya guna jika ukuran sampel kecil. Selanjutnya, uji ini dikenal dengan nama uji eksak fisher. Uji ini memungkinkan seseorang menghitung peluang eksak fisher. Uji ini memungkinkan seseorang menghitung peluang eksak untuk mendapatkan hasil-hasil pengamatan yang diharapkan, atau hasil-hasil yang lebih ekstrem.
            Beberapa ahli mengatakan bahwa uji eksak fisher hanya cocok bila jumlah tepi (marginal total) sama pada tabel di atas. Dalam kenyataannya, jumlah tepi seperti ini tidak begitu sering terjadi walaupun demikian, para peneliti tetap melakuka uji ini, kendati kedua jumlah tepi tidak persis mereka biasanya terpaksa uji ini, bila sampel yang diperoleh begitu kecil, sehingga tidak memenuhi syarat untuk uji chi-kuadrat. Fisher (1941) mengemukakan bahwa uji eksak harus dilakukan apabila
1. ukuran sampel n kurang dari 20
2. n antara 20 dan 40 dan frekuensi harapan lebih dari 5 dan frekuensi terkecil harapa  lebih dari 5
            Kalau persyaratan jumlah tepi terpenuhi, peluang untuk susunan frekuensi sel yang manapun dapat kita ketahui besarnya dengan menggunakan rumus hipergeometris. Jika kedua populasi sumber kedua sampel itu identik, maka fungsi massa peluang hipergeometrisnya adalah
Di mana p (a, b) menyatakan peluang untuk mendapatkan a pengamatan kategori I di antara A anggota sampel 1, dan b pengamatan kategori 1 diantara  B anggota sampel 2. Simbol =  menyatakan banyaknya kombinasi a objek yang dapat terjadi objek yang tersedia (A≥a). Untuk sampel-sampel yang sangat kecil, kita boleh menghitung rumus hipergeometris yang sesui dalam menentukan peluang teramatinya hasil-hasil yang ekstrim atau yang lebih ekstrem daripada hasil-hasil yang benar-benar teramati. Dengan demikian, kita tidak memperlihatkan cara perhitungan eksaknya , dan kita merujuk tabel khusus yang diberikan pada lampiran B. yang untuk maksud pengujian, H0 danH1 dirumuskan sebagai berikut. H0 ; proporsi subjek dengan karakteristik yang diperhatikan dalam kedua populasi sama H1 ; ingkaran dari H0 (1 pihak atau 2 pihak) untuk menguji pasangan hipotesis  ini dengan uji eksak fisher, kita perlu mengetahui beberapa asumsi Dan statistik uji yang sesuai.
B. Asumsi dan statistik uji
            Beberapa asumsi yang diperlukan untuk menguji pasangan hipotesis tersebut di atas. Asumsi ini adalah
1.      Data terdiri dari A buah hasil pengamatan dari populasi pertama, dan B buah hasil pengamatan dari populasi kedua.
2.      Kedua sampel bebas dan di ambil secara acak
3.      Masing-masing hasil pengamatan dapat digolongkan ke dalam salah satu dari dua jenis atau karakteristik pengamatan yang saling terpisah.
Jika asumsi ini dipenuhi, dan tabel yang dibuat memenuhi syarat seperti pada tabel yang sebelumnya, statistik uji b yang digunakan. Defenisi statistik b sesuai tabel sebelumnya adalah sebagai berikut,
b = banyaknya subjek dengan karakteristik yang di perhatikan (kategori 1) dalam sampel 2.
C. Prosedur Pengambilan Keputusan
            Finney (1948, 1963) telah menyiapkan tabel yang memuat nilai-nilai kritis b untuk A≤15. Latscha(1955) memperluas cakupan tabel buatan finney sehingga memuat niali-nilai kritis b untuk A≤20 tabel lampiran B menyediakan nilai-nilai kritis b untuk A dari 3 hingga 20 pada taraf signifikasi 0.05, 0.025, 0.01, dan 0.005. jika kita tetapkan α sebagai taraf signifikasi yang digunakan dalam pengujian, kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut.
1.     Uji dua pihak
Konsekkuensi uji dua pihak, kita merujuk tabel lampiran B pada kolom peluang α/2 dan baris A,B serta a yang sesuai tabel data yang dimiliki. Bilangan bulat pada lapiran B( misalnya diberi simbol Bk) tersebut adalah nilai kritis pengujian. Kesimpulan menolak H0 di ambil apa bila b≤Bk, karena keterbatasan tabel yang tersedia, nilai α yang dapat digunakan untuk uji dua pihak, hanyalah 0.10, 0.05, 0.02, dan 0,01, karena nilai peluang yang tercantum pada lampiran adalah 0.05, 0.025, 0.01 dan 0.005.
            Almy (1973)  menyelidiki hubungan antara daerah tempat tinggal sejumlah kelompok dengan kelas sosial tertentu di kota-kota besar amerika dan kesatupaduan pendapat dalam pemilihan umum yang diikuti oleh penduduk tersebut. Ia juga mempelajari peran kesatuan pendapat diantara anggota kelompok pada konflik antarkelompok seperti yang sering terjadi menjelang pemilihan umu. Tabel 1.2 memperlihatkan 14 kota besar yang dikelompokkan menurut daerah tempat tinggal kelompok dengan kelas sosial tertentu dan kesatuan pendapat di antara anggota kelompok yang sama pda suatu jejak pendapat tentang pendidikan.
Tabel 1.2
Pola hunian
Kesatuan pendapat
Jumlah
Rendah
tinggi
Tersebar
Berkumpul
1
3
9
1
10
4
Jumlah
4
10
14
            Kita sesuaikan data dalam tabel 1.2 dengan simbol yang digunakan pada tabel 1.1 dengan demikian, A=10, B=4, a=1 dan b= 3. Sysrat pertama A≥B terpenuhi, akan tetapi syarat kedua a/A≥b/B tidak terpenuhi, karena a/A=1/10 dan b/B=3/4. Untuk memenuhi syarat kedua ini, kolom dalam tabel 1.2 harus dipertukarkan dan diperoleh tabel 1.3
Tabel 1.3
Pola hunian
Kesatuan pendapat
Jumlah
Rendah
tinggi
Tersebar
Berkumpul
9
1
1
3
10
4
Jumlah
10
4
14
            Interpretasi masalah sesuai tabel 1.3 apabila kita menganggap kelompok yang anggotanya tersebar sebagai sampel 1, dan tingginya kesatuan pendapat di antara anggota kelompok yang sama sebagai karakteristik yang diamati. Tabel 1.3 jugamenunjukkan bahwa sampel yang diambil dari pola hunian tersebar berukuran 10 dan sampel yang diambl dari pola hunian berkumpul berukuran 4. Kita ingin tahu apakah kita dapat menyimpulkann bahwa proporsi kota-kota dengan kesatuan pendapat yang tinggi di antara anggota kelompo kelas sosial yang saling berjauhan (tersebar) sama dengan populasi kota-kota dengan kelompo sosial yang berdekatan(berkumpul)?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, pasangan hipotesis berikut dirumuskan.
H0 ; proporsi kota-kota dengan kesatuan pendapat tinggi sebagai karakteristik yang diperhatikan dalam kedua populasi sama.
H1 ; proporsi kota-kota dengan kesatuan pendapat tinggi dalam populasi pertama tidak sama dengan proporsi serupa dalam populasi kedua.
Misalnya kita tetapkan taraf signifikasi α=0.10. nilai kritis dilihat dalam lampiran B dengan A = 10, B=4 dan a=9. Cuplikan tabel ini dapat dilihat pada tabel 1.4. pada kolom peluang 0.05 (α/2), kita peroleh bilangan bulat sebagai nilai kritis Bk = 1. Karena b=1= Bk berarti kita menolak H0 pada taraf signifikan  10%. Berdasarkan angka-angka dalam tabel tersebut, kita tidak dapat menolak H0 dalam signifikasi kurang dari 5%.
Tabel 1.4
Peluang
A
0.05
0.025
0.01
0.005
A=10 B=4
19
9
8
1
0
0
0
            Sebenarnya, kita dapat menghitung nilai peluang eksak dengan menggunakan fungsi maswsa peluang hipergeometris sebagai berikut.
P=p(9,0)+p(9,1)=
Nilai peluang kumulatif untuk nilai Bk tidak akan lebih besar dari nilai peluang terdapat padaa baris atas tabel lampiran B. untuk kepentingan praktis, kita tidak perlu menghitung nilai p tersebut, sepanjang kesimpulan dapat diambil. Namun demikian, jika perhitungan dilakukan dengan bantuan komputer, nilai p ini dapat diperoleh secara langsung. Kesimpuln menolak H0 yang diambil pada taraf signifikasi 10% menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola hunian dan kesatuan pendapat penduduk.
2.     Uji satu pihak
Berbeda dengan uji dua pihak, uji satu puhak merujuk nilai kritis Bk pada kolom peluang α(bukan α/2). Kesimpulan menolak H0 juga diambil apabila statistik b kurang atau sama dengan Bk. Dalam sebuah studi mengenai pengaruh teknik wawancara yang berbeda terhadap tekanan darah diastolik orang yang diwawancarai, williams dkk. (1975)memperoleh hasil pengamatan yang diberikan dalam tabel 1.5
Dalam salah satu teknik wawancara, orang yang diwawancarai berperan passif. Wawancara berlangsung dengan kartu yang diisi dan dijawab oleh orang yang diwawancarai. Teknik wawancara kedua, pewawancara berinteraksi secara hangat dan bertatap muka dengan orang yang diwawancarai. Pewawancara mengajukan pertanyaan dan memberikan komentar pada saat yang diwawancarai memberikan jawaban. Tekanan darah diastolik diukur pada saat selang waktu satu menit selama wawancara berlangsaung.
Tabel 1.5
Wawancara
Perubahan tekanan darah
jumlah
Cukup besar
Sangat kecil
Tatap muka kartu
6
1
0
5
6
6
Jumlah
7
5
12
            Berdasarkan data tesebut, kita akan mengetahui apakah wawancara dengan tatap muka memberikan perubahan yang lebih besar terhadap tekanan darah diastolik? Utyuk menjawab pertanyaan ini. Kita perhatikan tabel 1.5 dan kita dapatkan A=6, B=6, a=6] dan b=1. Kedua persyaratan A≥B dan a/A≥b/B terpenuhi, karena a/A=1 dan b/B= 1/6. Kita akan mengambil kesimpulan dengan tingkat keyakinan 99%, yang berarti taraf signifikasi α=0.001 yang digunakan. Cuplikan tabel lampiran B diberikan pada tabel 1.6
Tabel 1.6
Peluang
A
0,05
0,025
0,01
0,005
A=6 B=6
6
5
4
2
1
1
0
            Kita mendapatkan nilai kritis Bk = 1 pada kolom peluang 0,01. Karena statistik b=1 yang sama dengan nilai kritis, kita menolak hipotesis yang menyatakan bahwa perubahan tekanan darah diastolik sama saja bagi orang yang diwawancarai melalui cara kartu dengan cara tatap muka. Ini berarti tekanan darah diastolik mengalami perubahan yang cukup besar pada wawancara tatap muka(keseluruhan 6 dari 6 mengalami perubahan tekanan darah yang cukup besar), sedangkan wawancara melalui kartu tidak memberoikan perubahan yang besar (hanya 1 dari 6 yang mengalami perubahan tekanan darah yang cukup besar).
D. Pendekatan untuk sampel besar
            Untuk sampel yang cukup besar, kita dapat6 menguji hipotesis nol tentang kesamaan dua proporsi dengan pendekatan normal. Statistik uji dihitung dengan rumus
Z=
Dimana p(a+b)/(A+B). penggunaan pendelkatan normal pada umumnya dipandang memadai apabila nilai masing-masing a, b, A-a, dan B-b paling sedikit lima. Sebagai alternatif, kita juga bisa menggunakan uji chi-squere.
            Misalnya, sebuah pebgujian psikologis terhadap calon-calon penerbang. Masing-masing yang melamar dikelompokkan sebagai orang yang mudah bergaul dan yang pendiam, dan dikategorikan lulus dan gagal. Data 120 pelamar diberikan dalam tabel 1`.7
Kepribadian
Kemampuan penerbangan
jumlah
Lulus
gagal
Mudah bergaul
Pendiam
34
14
41
31
75
45
Jumlah
48
72
120
            Dari tabel 1.7 kita peroleh a=34, A=75, b=14, dan B=45. Tentukan, tabel lampiran B tidak dapat digunakan karena hanya memiliki nilai A dari 3 hingga 20. Dengan demikian, data ini memenuhi peresyaratan untuk dianalisis dengan pendekatan normal. Untuk menghitung statistik z, kita perlu nilai p=(34+14)/(75+45)=48/120=0,4. Dengan demikian nilai z dapat dihitung dan hasilnya
Z=
=1.54
            Kalau kita menguji hipotesis nol yang menyatakan baahwa tidak ada hubungan antara kepribadiabn dan kemampuan penerbangan pada taraf signifikasi α=0.05, kita perlukan nilai kritis z0.475 = 1,96(diperoleh dari tabel distribusi normal baku yang ada pada lampiran C). Karena -1,96<1,54<1,96. Kita menerima hipotesis tersebut ini berarti orang-orang tipe pendiam tidak berbeda dengan oran g-orang bertipe mudah bergaul dalam kemampuan penerbangan pesawat.
E. Bidang penerapan
            Pengujian kebebasan tentang data kategori telah dilakukan secara luas. Beberapa situasi atau bidang penerapan yang relevan dengan analisis tabel silang 2 X 2 akan dikemukakan sebagai berikut.
a.       Transportasi kereta api
Seorang meneger perjalanan kereta api mungkin ragu apakah ada pandangan yang berbeda terhadap pelayanan kelas biasa dan kelas utama penumpang. Ia dapat mengambil sampel dari masing-masing kelas dan menanyakan pandangan penumpang terhadap pelayanan yang diterima. Ia mengelompokkan pelayanan dengan kategori baik, atau buruk, dan membuat tabel 2 x 2 dari jawaban yang diperoleh. Tentu hal serupa dapat juga dilakukan seperti dalam pelayanan penumpang pesawat terbang kelas ekonomi dan kelas eksekutif.
b.      Pemirsa televisi
Jasa televisi yang disponsori oleh pemerintah bersaing dengan jasa swasta. Sampel yang terdiri dari laki-laki dan perempuan dintanya mana yang lebih disukai. Hasilnya dapat dinyatakan dalam tabel 2 x 2, untuk menganalisis perbedaan atau kesamaan pendapat antara jenis kelamin dalam pilihannya menonton televisi.
c.       Sosiologi
Seorang pekerja sosial mungkin tertarik untuk menyelidiki apakah gadis remaja berambut keriting  atau berambut lurus yang sering tinggal di penginapan mungkin lebih berani meminum minuman beralkohol. Sebuah tabel 2 x 2 dengan kategori berani dan tidak berani sera berambut keriting atau berambut lurus dapat di uji ketidak cocokan hubungan antara bentuk rambut dan kesengan untuk minum.
           
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1)      Fisher test merupakan uji eksak yang diturunkan oleh seorang bernama Fisher, karenanya disebut uji eksak Fisher. Uji ini dilakukan untuk menguji signifikansi hipotesis komparatif dua sampel independen. Perbedaan uji fisher dengan uji chi square adalah pada sifat kedua uji tersebut dan ukuran sampel yang diperlakukan. Uji fisher bersifat eksak sedangkan uji chi square bersifat pendekatan. Uji chi square dilakukan pada data dengan sampel besar, sedangkan uji Fisher dilakukan pada data dengan sampel kecil. Data yang dapat diuji dengan fisher test ini berbentuk nominal dengan ukuran sampel n sekitar 40 atau kurang, dan ada sel-sel berisikan frekuensi diharapkan kurang dari lima. Perhitungan Fisher Test sama sekali tidak melibatkan chi-square, akan tetapi langsung menggunakan peluang.
2)      Adapun fungsi dari uji eksak fisher ini adalah untuk menguji apakah ada perbedaan dua perlakuan yang mungkin dari dua populasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar